Skip to content

Atasi 3 Dampak Negatif PJJ, Belajar Tatap Muka Segera Diperbolehkan

Sumber: Kemendikbud

Tahun 2021, Pemerintah berencana mengizinkan pihak sekolah menggelar kembali belajar tatap muka. Kebijakan ini dilakukan karena banyaknya kendala di sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Di sisi lain, masyarakat dan pelajar dinilai sudah dapat memahami dan menerapkan protokol kesehatan untuk membentengi diri dari peyebaran virus Covid-19.

Data Satuan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan, sebenarnya pada beberapa bulan terakhir, belajar tatap muka sudah diizinkan di kawasan risiko penyebaran virus zona hijau dan kuning. Namun, masih banyak satuan pendidikan yang tetap menerapkan belajar daring dari rumah (BDR).

Sementara itu, sejumlah dampak negatif sudah mulai muncul pada sistem pembelajaran jarak jauh. Jika kondisi ini terus dilanjutkan, diperkirakan akan semakin parah dampaknya. Ini tiga dampak negatif dari PJJ yang terjadi pada anak.

1. Ancaman Putus Sekolah

Risiko ancaman putus sekolah meningkat selama PJJ karena anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga, di tengah krisis pandemi Covid-19. Selaian itu, dari persepsi orang tua, banyak orang tua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar mengajar apabila proses belajar mengajar tidak dilakukan secara tatap muka, sehingga orang tua kemungkinan bisa memilih untuk tidak lagi menyekolahkan anaknya.

2. Kendala Tumbuh Kembang

Perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jaug dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak dari sosio-ekonomi berbeda. Sedangkan untuk anak PAUD ada penurunan partisipasi dalam belajar, sehingga tumbuh kembang anak tidak optimal di usia emas. Selain itu, ada risiko learning loss, yaitu hilangnya pembelajaran secara berkepanjangan berisiko terhadap pembelajaran jangka panjang, baik kognitif maupun perkembangan karakter.

3. Tekanan Psikososial dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

PJJ bisa menyebabkan anak stress. Minimnya interaksi dengan guru, teman dan lingkungan luar, ditambah tekanan akibat sulitnya pembelajaran jarak jauh dapat menyebabkan stress pada anak. Kemudian, dapat juga terjadi kekerasan yang tidak terdeteksi. Tanpa sekolah, banyak anak yang terjebak di kekerasan rumah tangga tanpa terdeteksi oleh guru.

Sementara itu, penentuan kebijakan pembelajaran harus berfokus pada daerah agar sesuai dengan konteks dan keutuhan. Pemerintah daerah merupakan pihak yang paling mengetahui dan memahami kondisi, keutuhan dan kapasitas daerahnya. Sedangkan, pengambilan keputusan pada sektor pendidikan di daerah harus melalui pertimbangan yang holistik dan selaras dengan pengambilan kebijakan pada sektor lain di daerah.

Kebijakan ini mulai berlaku semester genap tahun ajaran 2020/2021, yaitu Januari 2021. Daerah dan satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kesiapan untuk penyesuaian ini, sesuai dengan Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.

Selama belajar tatap muka, semua pihak harus mematuhi prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19. Pertama, kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran.

Kedua, tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial juga menjadi pertimbangan dalam pemenuhan layanan pendidikan selama masa pandemi Covid-19.*