Tanggal 28 Oktober menjadi tanggal paling bersejarah bagi pergerakan pemuda di Indonesia. Di tanggal yang sama tahun 1928 lalu, Kongres Pemuda II yang diikuti perwakilan dari berbagai suku dan kelompok di Indonesia sepakat untuk bersatu dan mengakui satu Tanah Air, satu bangsa dan satu bahasa, yaitu Indonesia.
Keputusan ini menjadi arah dari pergerakan dan perjuangan pemuda hingga proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Setelah merdeka, keputusan ini juga tetap menjadi salah satu dasar pemersatu bangsa dalam pembangunan hingga saat ini. Berikut 7 fakta sejarah Hari Sumpah Pemuda yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
- Kongres Pemuda I
Kongres Pemuda I digelar di gedung Katholikee jongelingen Bond (Gedung Pemuda Katolik), Batavia (Jakarta) tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926, diketuai oleh Muhammad Tabrani. Namun, Kongres I belum menghasilkan keputusan konkrit, tetapi sudah mampu memperkuat persatuan organisasi-organisasi pemuda pergerakan dalam satu wadah. Kongres Pemuda digagas oleh Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Hindia Belanda.
2. Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan tanggal 27-28 Oktober 1928, dipimpin oleh pemuda Soegondo Djojopoespito dari PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia), menghasilkan keputusan penting yang disebut sebagai Sumpah Pemuda. Selain itu pada kongres tersebut Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman juga ditetapkan sebagai lagu kebangsaan. Kongres II dilangsungkan gedung Oost Java (sekarang di Medan Merdeka Utara Nomor 14). Wakil Pimpinan Kongres adalah Joko Marsaid dari perwakilan Jong Java dan Sekretaris Mohammad Yamin dari Jong Sumatra.
3. Lima Faktor Perkuat Pesatuan
Dalam Kongres Pemuda I dan II, Muhammad Yamin mengatakan ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kemauan. Topik yang yang menjadi pembahasan utama dalam pertemuan itu adalah pentingnya pendidikan kebangsaan pada anak, serta pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan yang tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.
4. Peserta Kongres dari Berbagai Suku
Para peserta Kongres Pemuda II ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda, seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi dan kelompok lain. Ada juga perwakilan pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie. Namun, tidak diketahui latar belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam Hiong hadir sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond.
5. Ketua Kongres I Muhammad Tabrani
Sebagai pemimpin Kongres Pemuda I, Muhammad Tabrani adalah orang yang memperjuangkan penggunaan bahasa persatuan bahasa Indonesia, di tengah adanya tokoh yang mengusulkan Indonesia juga menggunakan bahasa Melayu seperti negara-negara di sekitar Indonesia. Dalam buku Taufik Rahzen, dkk, berjudul Tanah Air Bahasa: Seratus Jejak Pers Indonesia. Jakarta terbitan tahun 2007 menyebutkan Mohammad Tabrani lahir di Pamekasan berprofesi sebagai wartawan.
Dia mengikuti pendidikan dasar di MULO dan OSVIA, Bandung, Jawa Barat. Kemudian, melanjutkan kuliah jurnalistik di Universitas Köln (Universität zu Köln), Jerman, periode 1926 hingga 1930. Selama kuliah dia masih aktif mendukung penerbitan surat kabar Indonesia. Lulus kuliah, dia kembali ke Tanah Air dan melanjutkan karir jurnalistik.
Tabrani menjadi pemimpin majalah Reveu Politik di Jakarta dari tahun 1930 hingga 1932, pemimpin surat kabar Sekolah Kita di Pamekasan dari tahun 1932-1936, dan menjadi direktur sekaligus pemimpin Harian Pemandangan dan Mingguan Pembangoenan.
Melalui surat kabar Pemandangan, Tabrani memperjuangakan Petisi Sutardjo yang berisi tuntutan kepada pemerintah Hindia Belanda agar Indonesia diberi kesempatan membentuk parlemen sendiri pada tahun 1936.
6. Ketua Kongres II Sugondo Joyopuspito
Jika M Tabrani seorang wartawan, Sugondo Djodjopuspito adalah seorang guru. Dia lahir di Tuban, Jawa Timur, tanggal 22 Februari 1905, menjadi ketua Kongres Pemuda II tahun 1928. Dia juga menjadi pemimpin Konges II karena berasal dari kelompok pemuda independen, bukan kesukuan.
Data ensikopledia Indonesia menunjukkan Sugondo Djodjopuspito mengikuti pendidikan dasar atau HIS di Tuban. Pada saat sekolah MULO (SMP) di Surabaya dia tinggal di rumah HOS Cokroaminoto bersama Soekarno. Kemudian setelah lulus MULO, tahun 1922 melanjutkan sekolah ke AMS afdeling B (SMA) di Yogyakarta tahun 1922-1925 dan tinggal di rumah Ki Hadjardewantoro Yogyakarta.
Setelah lulus AMS tahun 1925 melanjutkan kuliah di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta), Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekarang. Namun, di tahun kedua, beasiswa dicabut akibat kegiatan politiknya dan pamannya yang ikut membiayai kuliahnya meninggal dunia.
Pada masa Kebangkitan Nasional, dia aktif sebagai guru, mulai dari mendirikan Perguruan Rakyat, mengajar di Perguruan Taman Siswa Bandung yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara, di Pendidikan Nasional Indonesia Syahril hingga Handels Cologium Ksatria Instituut (Sekolah Dagang Ksatria) pimpinan Dr. Douwes Dekker.
Pada masa RIS, dalam Negara Republik Indonesia dengan Acting Presiden Assaat, Sugondo diangkat dalam Kabinet Halim sebagai Menteri Pembangunan Masyarakat. Setelah tahun 1950, meskipun usianya masih 46 tahun, memilih pensiun sebagai menteri dan menghabiskan waktu dengan membaca dan bertemu dengan rekan seperjuangan.
7. Museum Sumpah Pemuda
Semua sejarah tentang Sumpah Pemuda terekam dalam Museum Sumpah Pemuda yang diresmikan tanggal 20 Mei 1974 di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat, DKI Jaya Indonesia. Museum masuk dalam cagar budaya dan saat ini dikelola oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Museum ini memiliki koleksi foto dan benda-benda yang berhubungan dengan sejarah Sumpah Pemuda 1928, serta kegiatan-kegiatan dalam pergerakan nasional kepemudaan Indonesia. Selain menjadi tempat dicetuskannya Sumpah Pemuda, di gedung ini merupakan bekas pemondokan pelajar pejuang Indonesia, seperti Muhammad Yamin, Aboe Hanifah, Amir Sjarifuddin, Soegondo Djojopoespito, Setiawan, Soejadi, Mangaradja Pintor, AK Gani, Mohammad Tamzil dan Assaat dt Moeda. Gedung ini juga menjadi markas Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), yang berdiri pada September 1926. *