Skip to content

Ini 4 Desa Adat di NTT yang Wajib Kamu Kunjungi

Nusa Tenggara Timur, disingkat NTT, memiliki 550 pulau. Sebagian pulau ini sudah sangat populer sebagai kawasan wisata, seperti Pulau Flores, Pulau Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor, Pulau Lembata, Pulau Rote dan Pulau Komodo.

Selain memiliki ratusan pulau yang menjadi kawasan wisata bahari. Nusa Tenggara Timur juga memiliki belasan desa wisata yang masih menjalankan tradisi, dari tata cara adat dan budaya, serta membangun rumah dan fasilitas publik. Berikut 4 desa adat di Nusa Tenggara Timur yang wajib kamu kunjungi.

  1. Desa Adat Wae Rebo
Sumber: Kemenparekraf

Desa Wae Rebo adalah salah satu desa di Kabupaten Manggarai, NTT dan telah dinyatakan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada Agustus 2012. Desa Wae Rebo memiliki tujuh bangunan rumah berbentuk kerucut.

Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyebutkan Kampung Adat Wae Rebo merupakan salah satu destinasi wisata unggulan Kabupaten Manggarai. Terletak di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl), Wae Rebo merupakan salah satu desa tertinggi di Indonesia dengan pemandangan yang indah dan dikelilingi pegunungan.

Karena lokasinya yang cukup tinggi, untuk mencapai desa ini, wisatawan harus melakukan trekking selama dua jam agar bisa mencapai desa. Saat menjangkaunya wisatawan akan melewati 3 pos pendakian, tetapi perjalanan akan terbayar dengan ramahnya penduduk, pemandangan indah dan juga kopi panas lokal produk perkebunan masyarakat Desa Wae Rebo.

2. Desa Wisata Pemo

Sumber: Kemenparekraf

Desa Wisata Pemo di Kabupaten Ende, NTT memiliki keindahan alam dan kawasan permukiman tradisional. Desa inilah tempat Gunung Kelimutu berada, yaitu gunung berapi yang memiliki tiga buah danau kawah di puncaknya. Warna ketiga danau itu juga berbeda-beda, yaitu merah, biru dan putih. Warna ini juga sering berubah-ubah.

Kamu juga bisa melihat atraksi Taman Edelweiss dan Taman Stroberi di Desa Pemo. Penduduk di Desa Wisata Pemo menjadi penghasil kain tradisional yang masih diproduksi dengan manual. Warna dan desainnya sangat indah, serta dijamin tidak akan ditemukan di negarapun di dunia ini selain dari Desa Wisata Pemo karena dibuat dengan tangan trampil pengerajin.

3. Desa Lembata

Sumber: Kemenparekraf

Di Desa Lembata kamu bisa menyaksikan prosesi ritual penangkapan ikan paus di Pantai Lamarela, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Atraksi ini salah satu tradisi dan kearifan lokal masyarakat.

Menurut, data Kementerian Pariwisatan dan Ekonomi Kreatif, para peneliti antropologi budaya mencatat nelayan Lamalera adalah satu-satunya di dunia yang tetap melestarikan penangkapan ikan paus secara tradisional warisan nenek moyang mereka sejak abad XIV.

The World Wildlife Fund (WWF) telah melakukan survei dan menyatakan perburuan terbatas ikan paus di Lembata tidak membahayakan ikan paus dunia atau species langka lainnya. WWF mencatat ikan paus jenis sperma yang ditangkap di Lamarela rata-rata sebanyak 21 ekor setiap tahun, sementara populasi ikan tersebut di dunia diperkirakan 360 ribu, sehingga tidak mengganggu kelestariannya. 

4. Desa Adat Belaraghi

Sumber: Protret123

Desa Belaraghi terletak di Aimere, Kabupaten Ngada. Lokasinya berada di lereng Bukit Belaraghi. Masih dari data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebelum tahun 1950, pusat desa berada di puncak Gunung Belaraghi, tetapi kebakaran hebat menyebabkan penduduk terpaksa meninggalkan rumahnya dan membangun perkampungan baru di lereng Bukit Belaraghi.

Kompleks pemukiman warga Belarghi masih sangat tradisional. Rumah penduduk dibangun dengna pola saling berhadapan dan berderet sejajar di kiri dan kanan jalan, membentang dari arah timur laut ke barat daya. Di tengah pemukiman disediakan ruang publik untuk melaksanakan kegiatan adat yang dapat dihadiri oleh semua masyarakat.

Warga Belaraghi masih menjalankan adat dan tradisi ramah tamah, seperti menjamu tamu, termasuk para wisatan, dengan makanan khas daerah dari bahan baku ubi, pisang dan talas, minuman kopi hingga arak tradisional produksi lokal.

Ada upacara menyajikan makanan untuk nenek moyang yang  masih dilakukan warga Belaraghi, nama ritualnya Ti’i Ka Ebunusi. Tujuannya untuk memberikan persembahan kepada leluhur dan meminta berkah sebelum berburu. *