Henry Manampiring, dalam bukunya Filosofi Teras, Filasafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tanggung Masa Kini, melakukan survei khawatir nasional secara online selama 8 hari pada November 2017. Hasilnya, sebanyak 63 persen responden merasa khawatir terhadap hidupnya secara keseluruhan.
Ternyata kekhawatiran dialami oleh semua orang, mulai dari berbagai usia hingga status sosial. Sekitar 53 persen pelajar dan mahasiswa mengaku mengkhawatirkan tugas dan biaya kuliah. Sekitar 30 persen jomblo dan para single khawatir tidak akan mendapatkan pasangan.
Ada 30 persen pasangan pacaran dan suami istri khawatir dengan kelanjutan hubungan mereka. Sekitar 33 persen karyawan dan pengusaha khawatir terhadap pekerjaan dan perusahaan. Kemudian, sebanyak 53 persen orang tua mengkhawatirkan anak-anak mereka.
Banyak sekali peritiwa dan aspek yang menimbulkan rasa khawatir. Kekhawatiran menimbulkan beban pikiran dan perasaan. Bahkan dapat mengurangi kemampuan untuk menikmati dan menjalani kehidupan sehari-hari, sehingga harus dikurangi. Henry Manampiring membagi tiga biaya yang harus dibayarkan alias kerugian akibat memelihara rasa khawatir.
- Menghabiskan Energi dan Pikiran
Khawatir mengeluarkan banyak energi. Stress akan mendorong kamu untuk terus berpikir atas dampak dari pasa masalah yang sedang dihadapi. Berpikir mengeluarkan banyak energi dari tubuh kamu. Bukanlah lebih baik menggunakan energi untuk kegiatan yang lebih penting dan produktif? Padahal sebenarnya, jika kamu fokus pada mencari solusi dan bisa menerima keadaan, meskipun bisa saja solusi yang dicapai tidak sesuai dengan keinginanmu
2. Menghabiskan Waktu dan Uang
Khawatir juga menghabiskan waktu karena biasanya kekhawatiran menyebabkan kamu tidak dapat berpikir jenih dalam mencari solusi, sehingga kamu akhirnya bertahan dalam kondisi yang tidak nyaman. Saat kamu khawatir soal banyak hal, misalnya studi, orangtua, keuangan atau masalah lain, kamu sudah membuang waktu yang sebenarnya dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih berguna. Rasa khawatir juga bisa menghabiskan uang, misalnya kamu akhirnya melakukan kegiatan yang salah dan kegiatan itu harus mengeluarkan uang.
3. Menggangu Kesehatan Tubuh
Masih banyak orang yang memisahkan kebutuhan pikiran dan tubuh, seorang-olah apa yang terjadi dipikiran tidak memiliki hubungan dengan tubuh fisik kita. Padahal, sudah lama para ilmuan kesehatan menemukan bahwa pikiran dan kesehatan tubuh memiliki hubungan dua arah yang saling mempengaruhi.
Dr Andri SpKJ FAPM, spesialis kesehatan jiwa anggota Academy of Psychosomatic Medicine, menyebutkan sebenarnya bukan stress yang merusak tubuh, tetapi reaksi orang terhadapnya karena sebenarnya masalahnya bukan di stress, tetapi persepsi terhadap penyebab stress itu. Ketika kamu stress, respons adrenalin meningkat. Adrenalin akan meningkatkan tekanan darah karena jantung semakin berdebar dan pembuluh darah menyempit. Akhirnya saraf di kepala menjadi tegang.
Dalam jangka panjang, kondisi seperti ini akan meningkatkan hormon stress, yaitu kortisol. Kortisol sifatnya oksidatif atau merusak apapun di dalam tubuh manusia. Jika menempel di pangkreas, dia menempel di insulin. Makanya, kalau ada orang stress maka keinginan untuk makan meningkat. Jika stress sementara, maka reaksi tubuh juga akan sementara.
Jika stress lama, maka reaksi tubuh juga akan panjang. Makanya, jangan mau stress lama-lama karena bisa-bisa kamu tidak tahu bahwa sebenarnya kamu sedang stress karena sudah menjadi kebiasaan. Stress berkepanjangan dapat menyebabkan penyakit dispepsia atau ganguan lambung. Untuk jangka waktu lama bisa menyebabkan gangguan jantung, hipertensi dan diabetes. *