Skip to content

Pesona 6 Tradisi Masyarakat Muslim Indonesia di Bulan Rajab

Negara Indonesia mempunyai beragam tradisi masyarakat muslim yang unik dalam menyambut momen-momen tertentu, salah satunya saat memasuki bulan Rajab. Bulan Rajab merupakan salah satu bulan istimewa untuk umat islam, karena pada 27 Rajab terjadi peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammmad SAW.

Bulan Rajab ini dipercaya dapat mendatangkan kebaikan serta kemuliaan. Sebab menurut ajaran agama islam ada lima bulan haram, yaitu seperti Ramadhan, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.

Selain itu, sebagai wujud dari pertemuan budaya dengan agama Islam, banyak tradisi-tradisi yang sampai kini masih bertahan di tengah kemodernan kehidupan seperti sekarang ini. Tradisi ini ialah tradisi warisan leluhur, dan merupakan suatu tradisi yang turun-temurun dilestarikan oleh masyarakat etnik di Indonesia.

Umumnya tradisi-tradisi ini adalah sebagai bentuk perwujudan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas apa yang telah mereka peroleh. Berikut tradisi masyarakat muslim Indonesia di bulan Rajab yang perlu EDOOers ketahui.

  1. Tradisi Khanduri Apam (Aceh)

Tradisi Khanduri Apam ini berasal dari seorang sufi bernama Abdullah Rajab di Mekkah. Nah, ketika Abdullah Rajab meninggal dan berhubung amat miskin, sampai tidak ada satu biji kurma pun untuk acara selamatan tersebut.

Lantas, masyarakat yang merasa tergerak hatinya membuat tradisi toet apam (memasak apam), untuk dibagikan ke tetangga-tetangga sebagai wujud penghormatan kepada Abdullah Rajab. Bahkan, tradisi ini sampai sekarang masih dilaksanakan masyarakat Aceh, lho EDOOers.

  1. Tradisi Mapag Rajab (Jawa Barat)

Setiap tahun pada bulan Rajab, beberapa daerah di Jawa Barat seperti Kabupaten Pangandaran, Kondangjajar, dan Kabupaten Majalengka, para masyarakatnya melaksanakan tradisi Mapag Rajab.Mapag Rajab ialah istilah yang dipakai untuk menyambut datangnya bulan Rajab yaitu bulan ketujuh dalam tahun Hijriyah.

Uniknya, Mapag Rajab tidak hanya sekadar upacara saja, akan tetapi juga menyatukan dengan tradisi Sunda melalui karawitan. Nah, lagu karawitan pada tradisi ini tidak dibawakan oleh pesinden, melainkan dinyanyikan oleh ibu-ibu dan seniman.

Hal tersebut dilakukan supaya pesan-pesan keagamaan yang terkandung dalam karawitan bisa lebih diterima dan dihayati oleh seluruh masyarakat. Mapag Rajab disini juga dimanifestasikan dengan doa allahumma bariklana fi rojaba wa sa’ban wa balighna romadhona, lho EDOOers. 

  1. Ritual Peksi Burak (Yogyakarta)

Ritual Peksi Burak ini digelar oleh Keraton Yogyakarta untuk memperingati peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW dengan membuat replika burung menggunakan kulit dan buah dari jeruk bali.

Kulit tersebut dibentuk dan diukir selayaknya badan, leher, kepala, dan sayap burung. Burung jantan diberi jengger (pial) untuk membedakannya dengan burung betina. Masing-masing Peksi Burak akan ditaruh di atas sebuah susuh (sarang) yang dirangkai dari daun kemuning sebagai tempat bertengger. 

Adapun, Peksi Burak dan susuh ini akan ditaruh pada bagian paling atas dari pohon buah, dengan disangga oleh ruas-ruas bambu. Nah, Peksi Burak ini digambarkan sebagai kendaraan yang dikendarai oleh Nabi Muhammad SAW untuk melaksanakan Isra’ dan Mi’raj.

  1. Tradisi Nyadran (Jawa Tengah)

Tradisi Nyadran ini, biasanya dilakukan pada setiap hari kesepuluh di bulan Rajab atau ketika datang bulan Sya’ban di beberapa daerah Jawa Tengah untuk menyambut bulan Ramadhan. Pada tradisi ini masyarakat akan berdatangan ke makam untuk melaksanakan ziarah kubur dengan membawa bunga telasih.

Sesudah berdoa, masyarakat mengadakan kenduri atau acara makan bersama di area tersebut dengan diberi tikar dan daun pisang. Makanan yang dibawa untuk berbagi haruslah makanan-makanan tradisional, seperti sambal goreng ati, ayam ingkung, urap sayur dengan lauk rempah, tempe, perkedel, dan tahu bacem.

  1. Tradisi Songkabala (Makassar)

Songkabala merupakan tradisi yang dilakukan untuk menolak segala bala, bencana, maupun malapetaka yang akan menimpa masyarakat. Adapun, Songkabala dilakukan masyarakat pada bulan-bulan islam yang disepakati, seperti Muharram, bulan Sya’ban, dan bulan Rajab.

Apabila pada bulan Muharram dan bulan Sya’ban ritual Songkabala dilengkapi dengan sesajen ataupun makanan seperti Ka’do Massingkulu’, Jepe’ Syura (bubur Syura), Lapapa-Lappa, dan sebagainya. Namun pada bulan Rajab dilakukan ritual yang disebut Miraja’.

Pelaksanaan Songkabala ini cuma dilakukan dengan mengirimkan doa-doa keselamatan yang umumnya dilaksanakan di Masjid pada waktu terbenamnya matahari ataupun sesudah dilaksanakannya shalat Maghrib.

  1. Tradisi Ambengan (Kebumen)

Ambengan berasal dari kata ambeng yang memiliki arti hidangan makanan (nasi) yang ditaruh di dalam wadah yang dapat berupa panci atau besek.  Jadi ambengan merupakan tradisi masyarakat setempat untuk membuat hidangan makanan dalam ukuran yang besar untuk acara peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Awal mula pembuatan ambeng ini dilakukan pada zaman dahulu, tidak lain dengan tujuan untuk memuliakan ataupun menjamu kyai dan para tamu undangan dalam peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Namun, tradisi ini ternyata masih dipelihara dan dilestarikan sampai saat ini.

Ambeng yang dibuat pada tradisi ini berisi makanan-makanan lengkap dengan lauk pauk yang dapat berupa daging ayam sampai kambing guling. Pembuatan ambeng ini tentunya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu, jadi nggak bersifat memaksa.

Adapun, ambeng-ambeng tersebut dimasukkan ke dalam keranjang bambu dengan ukuran terkecil 50 cm, dan yang paling besar ada yang mencapai 2 meter. Setelah itu ambeng-ambeng ini dipanggul dari rumah untuk dibawa ke masjid tempat peringatan Isra’Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Sesudah sampai di masjid, ambeng-ambeng ini ditinggal di halaman masjid, sedangkan warga mengikuti pengajian bersama. Sesudah pengajian selesai, ambeng-ambeng tersebut kemudian dibagikan kepada seluruh tamu undangan yang hadir tanpa terkecuali.

Demikianlah tadi 6 tradisi masyarakat muslim Indonesia di bulan Rajab. Berbagai macam tradisi di atas merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang patut untuk tetap terus dijaga dan dilestarikan, karena tercermin semangat kebersamaan, dan kebaikan. Salam Literasi Untuk Edukasi!