Indonesia tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya yang memukau atau kuliner khasnya yang menggugah selera. Lebih dari itu, ada banyak tempat wisata bersejarah yang menarik untuk dikunjungi, seperti halnya deretan benteng tertua di Indonesia yang merupakan peninggalan era kolonial.
Deretan benteng bersejarah di Indonesia ini, tidak hanya jadi saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia dalam perjalanannya memperoleh kemerdekaan. Saat ini, sesudah masa penjajahan berlalu, benteng-benteng tersebut masih berdiri dengan kokoh dan beralih fungsi menjadi tempat wisata.
Berbagai benteng tertua di Indonesia ini kerap dikunjungi, karena mempunyai arsitektur khas kolonial yang menarik, namun juga punya nilai historis. Selain itu, benteng-benteng tersebut bisa menjadi sarana bagi EDOOers untuk menikmati nilai-nilai seni berkelas tinggi.
Bagi EDOOers yang sangat senang mengetahui bagaimana cerita sejarah, berikut ini daftar benteng peninggalan kolonial yang wajib kamu kunjungi:
- Benteng Fort Rotterdam (1545)
Fort Rotterdam atau biasa juga disebut Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) merupakan sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini sendiri berada di pinggir pantai sebelah barat Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Benteng Fort Rotterdam ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang memiliki nama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna. Awalnya benteng paling tertua di Indonesia ini berbahan dasar tanah liat, tetapi pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 yaitu Sultan Alauddin konstruksi benteng diganti menjadi batu padas yang berasal dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros.
Benteng Ujung Pandang ini memiliki bentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak menuju ke lautan. Bentuk dari benteng yang menyerupai penyu ini terkandung makna filosofi dari Kerajaan Gowa, bahwa penyu bisa hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di lautan ataupun di daratan.
Namun, ketika Kerajaan Gowa-Tallo menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667, benteng ini resmi menjadi milik Belanda dan berubah nama menjadi Fort Rotterdam. Ada sekitar 16 buah bangunan yang berdiri cukup megah di atas lahan benteng yang mempunyai luas sekitar 2,5 hektar ini.
2. Benteng Fort Belgica (1611)
Benteng Belgica pada mulanya ialah sebuah benteng yang dibangun oleh bangsa Portugis pada abad ke-16 di Pulau Neira, Maluku. Selang beberapa tahun kemudian, pada lokasi benteng Portugis tersebut dibangun kembali sebuah benteng oleh pihak VOC atas perintah Gubernur Jendral Pieter Both.
Benteng yang dibangun pada tanggal 4 September 1611 tersebut kemudian diberi nama Fort Belgica, sehingga pada saat itu, terdapat dua buah benteng di Pulau Neira, yakni Benteng Belgica dan Benteng Nassau. Tujuan dibangunnya benteng Belgica adalah untuk menghadapi perlawanan masyarakat Banda yang menentang monopoli perdagangan pala oleh VOC.
Benteng Belgica ini dikenal akan keunikan arsitekturnya dan pemandangannya yang indah. Benteng ini sangat identik dengan ciri khasnya berupa gerbang utama yang menjulang tinggi, berliku-liku dan dinding-dindingnya yang langsung menghadap ke laut.
Benteng unik ini terdiri dari dua bangunan, yakni bangunan I dan bangunan II. Bangunan I didesain dengan bentuk segi lima dengan bastion di masing-masing sudutnya. Sedangkan, bangunan II berbentuk segi lima dengan menara pengawas di setiap sudutnya.
Saking cantiknya, Benteng Belgica telah menjadi salah satu warisan budaya dunia oleh UNESCO sejak tahun 1995. Benteng ini juga mendapat julukan The Indonesian Pentagon, lho EDOOers. Sebab benteng ini bentuknya yang serupa dengan Gedung Pentagon yang ada di Amerika Serikat.
3. Benteng Fort Marlborough (1713)
Benteng tertua di Indonesia yang ketiga, yaitu Benteng Fort Marlborough. Benteng ini merupakan bangunan yang dibangun oleh Inggris antara tahun 1713 sampai 1719 saat era Gubernur Joseph Collet. Bangunan benteng ini juga menjadi saksi sejarah saat Inggris menduduki Bengkulu selama lebih dari satu decade. Lho EDOOers.
Nama benteng ini tuh diambil dari nama jenderal sekaligus bangsawan Inggris, yaitu John Churchill Duke of Marlborough. Selain difungsikan sebagai tempat pertahanan, benteng seluas 44.100 meter persegi ini, juga dijadikan pusat pemerintahan Inggris selama lebih dari 140 tahun (1685-1825).
Kemudian, benteng Marlborough juga pernah dimanfaatkan sebagai tempat pertahanan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1825 sampai 1942. Menariknya, Benteng ini masih mempertahankan desain arsitektur asli bangunan dari abad ke-17nya yang khas.
4. Benteng Fort Vastenburg (1745)
Benteng Vastenburg ialah sebuah benteng peninggalan Belanda yang terletak di kawasan Gladak, Kedung Lumbu, Pasar Kliwon, Surakarta. Benteng ini dibangun pada tahun 1745 atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff.
Benteng Vastenburg pernah mengalami pergantian fungsi sebanyak beberapa kali, lho EDOOers. Pertama pada sekitar tahun 1970-1980an, benteng ini memiliki peran sebagai tempat latihan keprajuritan, sekaligus pusat Brigade Infanteri 6/Trisakti Baladaya Kostrad Surakarta.
Selain itu, benteng satu ini juga pernah difungsikan ebagai sentra garnisun. Lalu, sesudah Indonesia merdeka, Vastenburg digunakan sebagai markas TNI dalam mempertahankan kemerdekaan.
5. Benteng Fort Vredeburg (1760)
Benteng Vredeburg merupakan sebuah benteng yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1760, atas permintaan dari pemerintah kolonial Belanda.
Bukannya digunakan untuk menjaga keamanan wilayah keraton Yogyakarta dan sekitarnya, benteng ini dulunya justru digunakan untuk mengendalikan pergerakan di dalam wilayah keraton.
Mempunyai luas hingga 2.100 meter persegi, benteng Vredeburg dikelilingi oleh parit yang berfungsi sebagai menara pengawas untuk para tentara Belanda. Sebelum diberi nama Vredeburg, benteng ini bernama Rustenburg yang memiliki arti Peristirahatan pada 1765 hingga 1788. Sedangkan, Vredeburg memiliki arti Benteng Perdamaian.
Nah, itu tadi deretan benteng tertua di Indonesia yang bersejarah dan bisa EDOOers kunjungi bersama teman maupun keluarga. Membaca sejarah pembangunan benteng bisa mendorong EDOOers untuk berbangga diri dengan kekayaan budaya Indonesia, lho. Salam Literasi Untuk Edukasi!