Skip to content

Kisah Sartono: Sang Pencipta Lagu Hymne Guru yang Legendaris

Tanggal 25 November yang selalu diperingati sebagai Hari Guru Nasional, biasanya tidak lepas dengan menyanyikan lagu “Hymne Guru” yang legendaris itu. Namun tak banyak siswa yang tahu sejarah dan pengarang lagu tersebut. Nah, kali ini EDOO akan membahas tentang kisah pencipta lagu Hymne Guru yaitu bapak Sartono. Yuk, Simak habis ya, EDOOers!

Peringatan Hari Guru yang ada sejak tahu 1994, bertujuan untuk mengenang dan menghormati jasa para guru di seluruh Indonesia. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya untuk mengenal dan mengenang sosok pencipta lagu Hymne Guru yang lagunya diputar hingga sekarang.

Profil Sartono

Sartono merupakan seorang guru musik kelahiran Madiun, Jawa Timur, pada tanggal 29 Mei 1963. Banyak keteladanan yang dapat dipelajari dari sosok satu ini. Selama hidup, Sartono lekat dengan kesan kesederhanaan.

Sejak kecil, Sartono gemar bermain musik. Namun beliau sempat putus sekolah ketika menginjak kelas 2 di SMAN 3 Surabaya, karena permasalahan ekonomi. Kemudian, Sartono bekerja di Lokananta, sebuah perusahaan rekaman dan produsen piringan hitam. Selanjutnya, beliau bergabung dengan grup musik keroncong milik TNI AU di Madiun.

Sartono juga pernah mengajar sebagai guru musik di SMP Katolik Santo Bernardus, yaitu yayasan swasta di Kota Madiun, Jawa Timur. Kala itu, tak ada yang menyangka, lagu “Hymne Guru, dan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” yang ia ciptakan pada tahun 1980-an akan dikenang orang-orang di seluruh Indonesia.

Meskipun lagunya terkenal dan selalu dinyanyikan anak sekolah se-Indonesia, kehidupan Sartono jauh dari kata kemewahan. Beliau hanya tinggal di rumahnya yang sederhana dengan berdinding kayu di Jalan Halmahera Nomor 98, Kelurahan Oro-Oro Ombo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun. Disana, Sartono tinggal bersama Damiyati sang istri tercinta yang merupakan pensiunan guru SD setempat.

Balajar Musik Secara Otodidak

Menurut istri dari sang pencipta lagu Hymne Guru tersebut, bahwa Sartono mempelajari musik secara otodidak atau dipelajari sendiri, tanpa mengenyam pendidikan tinggi terkait musik.



Bahkan, pada tahun 1978, Sartono adalah satu-satunya guru seni musik yang dapat membaca not balok di Kota Madiun. Sangking kekurangan alat musik waktu itu, lagu “Hymne Guru” yang Sartono ciptakan hanya dibantu dengan menggunakan siulan, sambil menuliskan nada dan liriknya ke dalam secarik kertas.

Terciptanya Lirik Hymne Guru

Pada suatu hari di tahun 1980, ketika Sartono menuju ke Perhutani Nganjuk untuk mengajar kulintang. Saat perjalanan, beliau tidak sengaja membaca pengumuman Lomba Cipta Lagu Hymne Guru.

Lantas, Sartono tertarik untuk mengikuti lomba tersebut dan berusaha keras menulis lirik lagu, sehingga sampai tersirat kalimat “ pahlawan tanpa tanda jasa” di baris akhir.

Perjuangan Sartono belum berakhir,karena beliau tidak punya uang saat hendak mengirim lirik lagu tersebut ke panitia. Lalu, beliau rela menjual jas miliknya, supaya lirik tersebut terkirim.



Alhasil, usaha kerasnya berhasil membuat lagu ciptannya yaitu “Hymne Guru” menjadi pemenang, mengalahkan ratusan peserta lainnya. Lomba Cipta Lagu Hymne Guru tersebut diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Nasional, yang sekarang ini berubah menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi).

Selain mendapatkan hadiah sejumlah uang sebagai pemenang. Sartono bersama sejumlah guru teladan lainnya sempat dikirim ke Jepang untuk melaksanakan studi banding. Meski karyanya sangat fenomenal dan dinyanyikan oleh seantero negeri ini, dia disebut-sebut tidak pernah menerima royalty sepeserpun atas hasil karyanya tersebut.

Makna Lagu Hymne Guru

Lagu “Hymne Guru” mempunyai makna mendalam berkaitan dengan peran guru dalam mendidik serta mencerdaskan anak bangsa. Bait pertama dalam lagu ini memiliki makna pujian dan rasa terima kasih atas jasa-jasa dan pengabdian guru yang tidak akan pernah terlupakan.

Sedangkan, bait kedua mempunyai makna peran guru dalam memberikan pendidikan pada generasi muda yang diibaratkan seperti pahlawan yang turut membangun bangsa. Ada sedikit catatan, bahwa sejak tahun 2006 telah terjadi perubahan lirik pada bait terakhir lagu “Hymne Guru”.

Perubahan tersebut terdapat pada lirik “tanpa tanda jasa” menjadi “pembangun insan cendekia”. Alasan dirubahnya lirik tersebut, karena lirik “tanpa tanda jasa” justru terkesan mengurangi pentingnya profesi guru, mengingat perannya yang begitu besar.

Maka keputusan untuk menggantinya dengan kalimat baru yaitu “pembangun insan cendekia” akan memberikan manfaat kepada profesi guru itu sendiri, agar terangkat dan mulia. Perubahan lirik lagu “Hymne Guru” ini telah diatur dalam surat edaran PGRI Nomor 447/Um/PB/XIX/2007 tanggal 27 November 2007.

Penghargaan yang Diterima Sartono

Sartono pernah mendapatkan penghargaan dari Menteri Pendidikan Nasional RI Yahya Muhaimin dan Dirjen Pendidikan Soedardji Darmodihardjo. Penghargaan tersebut diberikan dikarenakan atas jasanya dalam menciptakan sebuah lagu yang masterpiece sampai saat ini yaitu lagu Hymne Guru. 

Sementara itu, pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2011 dan Dies Natalis Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Surabaya, Sartono menerima penghargaan dari ITS bidang Seni dan Budaya untuk jasanya sebagai pencipta lagu Hymne Guru.

Selain itu, Sartono pernah diminta secara khusus oleh TNI Angkatan Darat ke Aceh pasca bencana tsunami tahun 2004 untuk menghibur dan memberi semangat para guru-guru di Aceh.

Sartono meninggal pada tanggal 1 November 2015, ketika dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun. Penyebab meninggalnya beliau, karena mengalami beberapa komplikasi, di antaranya sakit jantung, kencing manis, gejala stroke, dan penyumbatan darah di otak.

Demikianlah, kisah Sartono sebagai pencipta lagu Hymne Guru yang menjadi salah satu lagu wajib nasional sampai sekarang ini. Walaupun, beliau sudah wafat, akan tetapi karya-karya lagunya akan selalu dikenang dan dinyanyikan oleh seluruh siswa-siswi di negeri yang elok ini. Selamat jalan Pak Sartono! Salam Literasi untuk Edukasi.