Skip to content

5 Miskonsepsi Mengenai Kurikulum Merdeka

Kurikulum merdeka sudah diluncurkan oleh pemerintah sejak Februari 2022. Implementasi kurikulum merdeka tersebut berfokus pada materi pembelajaran yang esensial serta pengembangan karakter profil Pelajar Pancasila. Ketika kurikulum merdeka mulai diimplementasikan ke dalam proses kegiatan pembelajaran, terdapat miskonsepsi atau pemahaman yg tidak akurat mengenai kurikulum merdeka terkait pelaksanaannya. Maka, pada momen ini, EDOOcator akan mengetahui apa saja sih miskonsepsi mengenai kurikulum merdeka ini. Simak penjelasannya, ya!

Hingga detik ini, sudah banyak instansi pendidikan yang mulai mencoba mengimplementasikan kurikulum merdeka lewat jalur mandiri. Namun seiring perkembangan waktu, masih terdapat berbagai miskonsepsi terkait implementasi kurikulum merdekatersebut. Sehingga perlu adanya pelurusan terhadap miskonsepsi yang terjadi.

Miskonsepsi adalah kesalahpahaman yang terjadi dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang lainnya, antara konsep yang baru dikenalkan dengan konsep yang sudah lama ada. Demikian, terciptalah suatu konsep yang salah kaprah dan bertentangan dengan konsep yang sudah ada. Miskonsepsi akan terbentuk, apabila konsepsi seseorang mengenai suatu materi tidak sesuai dan sama, dengan konsepsi yang diterima oleh suatu pakar.

Makna Kurikulum Merdeka

Nah, sebenarnya kurikulum merdeka adalah kurikulum dengan proses pembelajaran intrakurikuler yang beragam, di mana penggunaan konten digital akan lebih optimal diterapkan kepada peserta didik, agar memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Proses pembelajaran guru dalam kurikulum merdeka memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat dan bahan ajar, sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.

Penerapan kurikulum merdeka menuntut perubahan paradigma guru guna membawa kembali proses pembelajaran kepada tujuannya semula, dengan tidak lagi berpatokan demi nilai ujian. Terdapat dua penilaian atau asesmen dalam kurikulum Merdeka, yaitu formatif dan sumatif.

Perihal kurikulum merdeka ini ditujukan untuk mengatasi permasalahan dalam krisis pembelajaran yang terjadi, salah satunya akibat dampak dari pandemi Covid-19. Sejatinya apa saja miskonsepsi mengenai kurikulum merdeka? Di antara sekian kesalahpaman yang ada, berikut adalah lima miskonsepsi mengenai kurikulum merdeka yang paling utama.

5 Miskonsepsi Mengenai Implementasi Kurikulum Merdeka

Terdapat beberapa miskonsepsi mengenai kurikulum merdeka ini, sehingga diperlukan penjelasan lebih detail dan lanjut terhadap kesalahpahaman yang sedang terjadi saat ini. Berikut adalah 5 miskonsepsi yang penting untuk diluruskan dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka, yaitu sebagai berikut.

1. Ganti Kurikulum adalah Tujuan

Miskonsepsi pertama, yaitu mengganti kurikulum merupakan sebuah tujuan. Namun, dalam kenyataannya, yang ingin pemerintah tekankan dalam kurikulum merdeka tersebut adalah untuk melihat kurikulum merdeka sebagai suatu alat atau sarana untuk mencapai tujuan pemuliaan pembelajaran.

Kalau masih menganggap mengganti kurikulum adalah tujuan, maka pastinya tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan akan disibukkan dengan urusan administratif, seperti mengganti format dokumen. Perihal adanya penjelasan ini, maka EDOOcator sebaiknya tidak memandang pergantian kurikulum sebagai tujuan utama dari implementasi kurikulum merdeka.

2. Terdapat Penerapan Kurikulum Merdeka yang Benar atau Salah Secara Absolut

Ada banyak pihak yang memiliki persepsi bahwasannya terdapat penerapan kurikulum merdeka yang dilakukan secara benar ataupun salah secara absolut. Hal ini karena karakteristik masing-masing satuan pendidikan dapat berbeda-beda, sehingga penerapan kurikulum merdeka pun dapat berbeda pula.

Kondisi yang seperti ini menyebabkan adanya persepsi bahwa ada suatu perbuatan yang benar atau salahnya penerapan kurikulum merdeka bukanlah absolut, melainkan kontekstual. Kriteria utama penerapan kurikulum merdeka adalah menstimulus tumbuh kembang karakter dan juga kompetensi para peserta didik.

  1. Harus Menunggu Pelatihan dari Pusat

Penerapan kurikulum merdeka ini ternyata masih banyak mengira para pendidik harus terlebih dahulu menunggu pelatihan yang dilakukan oleh pihak pusat, agar bisa mengimplementasikan kurikulum merdeka di sekolahnya. Pernyataan tersebut tentu saja salah kaprah. Kemdikbudristek telah memberi kepercayaan kepada instansi pendidikan dan para guru, agar mereka bisa mengambil inisiatif sendiri untuk mengembangkan kapasitas sekolahnya secara mandiri.

Padahal untuk menerapkan kurikulum merdeka, tidak harus menunggu bola datang, melainkan harus bisa menjemput bola tersebut. Kurikulum merdeka memberi ruang yang seluas-luasnya bagi sekolah dan para guru untuk mengembangkan kualitasnya. Sekali lagi, penerapan kurikulum merdeka dalam proses pembelajaran antar sekolah akan sangat kontekstual, sesuai dengan fasilitas serta karakteristik dan kebutuhan siswanya masing-masing.

  1. Proses Serba Instan

Adapun miskonsepsi mengenai kurikulum merdeka lainnya, yaitu proses untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka ini dilakukan secara instan. Faktanya, tidak ada proses belajar yang dapat dilakukan secara instan. Apalagi untuk mempelajari hal-hal yang sekompleks penerapan kurikulum baru yang bertujuan untuk mengubah cara para pendidik untuk mengajar peserta didik di kelas.

Maka, bisa disimpulkan untuk meerapkan kurikulum merdeka ini akan membutuhkan proses yang cukup memakan waktu. Pastinya, akan ada maju-mundur ataupun turun-naiknya. Hal yang terpenting adalah para guru dan juga pihak sekolah tidak pernah berhenti berproses, dan terus memperbaiki setiap bug yang terjadi dalam proses yang telah berjalan.

  1. Hanya Bisa Diterapkan di Sekolah dengan Fasilitas Lengkap

Miskonsepsi yang terakhir adalah adanya pernyataan penerapan kurikulum merdeka hanya dapat dilakukan di sekolah yang memiliki fasilitas pembelajaran yang lengkap. Hal tersebut adalah keliru, karena kurikulum merdeka merupakan kurikulum yang fleksibel dan penerapannya dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan sekolah manapun, termasuk sekolah yang fasilitasnya masih minim.

Keleluasaan ruang untuk menerjemahkan penerapan kurikulum merdeka berlaku bagi semua sekolah, termasuk sekolah yang berada di daerah pelosok dan dengan fasilitas yang terbatas. Bahkan, pelaksanaan kurikulum merdeka juga dimungkinkan sekalipun untuk guru yang dalam proses pengajarannya masih belum sepenuhnya siap. Hal paling penting yang harus dipersiapkan guru dan pihak sekolah bukanlah cuma menyoal fasilitas, melainkan kesiapan adaptasi dan juga dukungan dari seluruh warga sekolah dalam menerapkan kurikulum merdeka.

Nah itulah tadi miskonsepsi mengenai kurikulum merdeka yang harus diluruskan kepada masyarakat. Berdasarkan miskonsepsi-miskonsepsi di atas menuntut semua guru untuk meluruskan dan memperbaiki, sehingga dapat menjadi agen transformasi di dunia pendidikan. Para guru di Indonesia harus melakukan perubahan-perubahan yang positif dimulai dari hal kecil.

Sekarang EDOOcator sudah tahu kan hal-hal apa saja yang kiranya masih membingungkan? Yuk sebarluaskan informasi ini kepada rekan-rekan guru di seluruh Indonesia, agar tidak keliru dalam memahami penerapan kurikulum merdeka. Pantau juga website EDOO agar tidak ketinggalan informasi-informasi penting lainnya. Semoga bermanfaat ya, Sobat EDOOcator!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *