“Untuk bisa melihat seluruh dunia, bacalah buku. Untuk bisa dilihat dunia, tulislah buku” . Ini adalah konsensus yang diyakini oleh dunia untuk menggambarkan betapa pentingnya buku atau sumber informasi bagi kehidupan umat manusia
Muhammad Syarif Bando, Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, dalam Webinar Hari Literasi Internasional 2020, bertajuk “Literasi Indonesia, Seburuk Itukah?”, di MOCO Academy, Selasa (8/9/2020), mengatakan literasi bukan sekedar kemampuan mengenal huruf, kata dan kalimat.
Jika hanya itu, maka Indonesia pasti akan sangat bangga dan sudah bisa dikatakan negara hebat. Soalnya, sewaktu Indonesia merdeka tahun 1945, hanya 2 persen penduduk yang bisa membaca. Sekarang, hanya sekitar satu persen atau hampir sudah semua rakyat Indonesia mengenal huruf dan bisa membaca.
Namun, ternyata tidak cukup sampai di situ. Literasi bukan sebatas kemampuan membaca. Literasi adalah kemampuan memahami informasi dan menggunakannya untuk menciptakan teknologi atau karya baru yang membantu manusia menjalankan aktivitas sehari-hari.
Jadi apa sebenarnya literasi itu? Muhammad Syarif Bando memberikan empat definisi sekaligus menjadi kekuatan literasi yang wajib kamu miliki untuk memaksimalkan informasi yang kamu peroleh guna menghasilkan karya berkualitas.
- Kemampuan Mengumpulkan Sumber Informasi
Literasi adalah kemampuan orang mengumpulkan dan mengakses sumber informasi untuk memenuhi kebutuhannya dan berguna bagi pengembangan profesionalnya. Literasi adalah kemampuan mengakses informasi yang terkait dengan pekerjaan yang kamu geluti. Untuk akses, saat ini, banyak mesin pencari informasi yang bisa kamu buka dalam hitungan detik, seperti google, yahoo,yandex, aol, baidu, ask, ecosia dan internet achive.
Mesin pencari informasi ini sudah cukup untuk membantu banyak orang, misalnya, jika kamu seorang mahasiswa atau dosen. Kamu sudah bisa menghasilkan karya ilmiah atau karya tulis hanya dengan mengetik dan memaksimalkan mesin pencari informasi di internet.
Jadi kemampuan mengakses informasi adalah sebuah kekuatan. Namun, mengapa indeks membaca Indonesia masih rendah? Untuk kondisi ini, kamu tidak bisa langsung menyalahkan dan menghakimi pelajar, mahasiswa dan masyarakat Indonesia karena indeks literasinya rendah atau kegemaran membacanya rendah.
Jangan, tidak boleh. Sebelum dihitung berapa rasio kebutuhan buku di dalam masyarakat Indonesia yang populasinya 250 juta. UNESCO menyebutkan idealnya setiap orang harus membaca tiga buku baru per tahun. Di Eropa 20 buku baru per orang per tahun.
Nah, Indonesia memiliki jumlah penduduk 250 juta. Saat ini, pasokan buku hanya sekitar 30 juta buku per tahun. Jadi rasionya masih kurang, jika dibandingkan dengan kebutuhan penduduk Indonesia. Seharusnya tiga kali jumlah penduduk, seperti rekomendasi UNESCO, dibutuhkan pasokan 750 buku baru per tahun.
Ini diibaratkan kalau ada 1.000 penduduk di sebuah daerah. Kemudian semua mereka membutuhkan makanan, tetapi pasokan nasi bungkus hanya 300 bungkus. Nah, kamu tidak bisa mengatakan bahwa 700 orang tidak ada minat atau tidak gemar makan karena masalah yang sebenarnya adalah makanan tidak ada. Alias 700 orang tidak mendapatkan jatah makanan. Jadi lebih baik jujur karena tidak ada jatahnya, dari pada menghakimi tidak mau makan.
Sama halnya dengan di daerah perbatasn Indonesia, seperti Entikong Malaysia Indonesia, daerah terpencil di Aceh dan Papua Nugini, tidak ada buku baru dan koran baru. Jadi tidak etis jika kamu mengatakan bahwa penduduk di sana tidak suka membaca. Persoalannya adalah mereka bukan tidak gemar membaca, tetapi jatah atau pasokan buku yang tidak ada.
Jadi, sebaiknya lebih penting ikut membantu infrastruktur dan sarana prasarana dari pada menghakimi penduduk Indonesia dan mengatakan mereka tidak suka membaca. Penyediaan buku tidak hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah, tetapi bisa juga pengusaha dan komunitas masyarakat.
2. Kemampuan Memahami Apa Yang Tersirat Dari yang Tersurat
Literasi adalah kemampuan untuk memahami apa yang tersirat dari yang tersurat. Kamu bisa memiliki daya imajinasi dan wawasan yang luas, tetapi jika tidak dipandu oleh bahan-bahan bacaan, maka kemampuan itu tidak akan bisa maksimal berfungsi. Jadi pameonya adalah untuk untuk melihat seluruh dunia, bacalah buku. Kalau anda ingin melihat seluruh dunia, tulislah buku.
3. Kemampuan Mengemukakan Ide, Inovasi dan Gagasan Baru
Pesawat dalam Perang Dunia II yang diciptakan Jepang kecepatannya mencapai 350 kilometer per Jam. Saat ini, sudah diciptakan pesawat super sonik. Jika ada pesawat tercanggih yang bisa diciptakan, maka pasti dibelakang itu ada orang yang memiliki kemampuan literasi lebih canggih lagi dari produk ciptaannya. Jadi, literasi adalah kemampuan mengemukakan ide, inovasi dan gagasan baru.
4. Kemampuan Menciptakan Barang dan Jasa Bermutu
Literasi adalah kemampuan untuk menciptakan barang dan jasa yang dapat bersaing dan diterima di pasar global, tidak hanya di dalam negeri. Karena itu, seharusnya kalau Indonesia mencetak banyak sarjana elektronik, maka ponsel yang kamu gunakan saat ini bukan samsung, apple, bukan oppo, tetapi merek-merek Indonesia.
Jika membahas potensi penemuan produk, Indonesia sangat kaya dan memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah. Untuk bisa mengelola ini semua, dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu. Presiden Joko Widodo mengatakan dalam periode pemerintahannya yang kedua adalah tahun pengembangan SDM yang berkualitas dan menghasilkan karya-karya di berbagai bidang.
Jika literasi adalah untuk menciptakan barang dan jasa bermutu dan berkualitas, maka satu-satunya pintu menciptakan SDM bermutu adalah membaca. Kecuali, jika ada cara lain untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, misalnya bakar bukunya dan minum airnya. *
Bagaimana? Apakah kamu sudah suka membaca, jika kamu tidak berada di kawasn terpencil dan perbatasan atau bisa mengakses perpustakaan digital melalu gawai, sepertinya kamu bisa memenuhi rekomendasi UNESCO membaca 3 buku baru per tahun, atau standar Eropa 10 buku per tahun per orang? Selamat membaca. *