Menulis cerita fiksi memang selalu menarik karena tidak ada batasan terhadap tokoh dan setting yang bisa kamu ceritakan. Kamu juga relatif aman karena yang namanya fiksi ada kebebasan berkhayal. Imajinasimu bisa bekerja dengan maksimal karena tidak ada alasan orang lain untuk tersinggung.
Namun, bagaimana cara memulainya? Bagi kamu yang ingin menulis fiksi, tetapi masih menemui sejumlah kendala merealisasikannya, berikut 7 langkah praktis memulai proses kreatif menulis fiksi.
- Lengkapi Unsur Fiksi
Dalam bukunya bertajuk Proses Kreatif Menulis Cerpen, Hermawan Aksan mengatakan untuk memulai menulis, kamu harus menentukan dan melengkapi unsur-unsur dalam tulisan fiksi. Pertama, tema yang menjadi pokok dasar juga pesan dalam cerita. Tema ini akan dibutuhkan untuk menyusun kerangka cerita.
Kedua, alur atau rangkaian cerita yang disusun dari awal, pertengahan mencapai klimaks hingga penutup. Alur bisa maju atau tersusun kronologis dari awal hingga akhir. Bisa juga mundur atau flashback, yaitu cerita yang sedang berlangsung merupakan rangkaian kejadian masa lalu. Bisa juga menggabungkan antara alur maju dan mundur.
Ketiga, karakteristik atau perwatakan tokoh dalam cerita fiksi, baik secara fisik maupun karakter sifat mental. Misalnya, rambut hitam, pendek, umur, pekerjaan, dan lain-lain. Kondisi fisik diperkuat dengan pentokohannya, misalnya ceria, pemarah, pendiam dan sifat lain.
2. Buat Kerangka Cerita
Memang banyak penulis bisa langsung menghasilkan cerita fiksi tanpa menyusun kerangka. Namun, kerangka sangat penting untuk mempertahankan konsistensi cerita. Misalnya, karakter tokoh bisa dijaga tetap konsisten dari awal hingga akhir.
Demikian juga hubungan satu tokoh dengan tokoh lain. Dalam kerangka bisa juga dibuat pohon pemeran, sehingga nama tokoh dan karakternya tidak tertukar. Kerangka juga membantu mengingat poin-poin yang ingin dimasukkan ke dalam cerita, sehingga tidak lupa. Bahkan, poin yang baru masih bisa ditambah jika ada ide tambahan.
3. Tentukan Sudut Pandang Penulis
Tentukan sudut pandang orang yang bercerita dalam fiksi. Bisa orang pertama, yaitu saya dan aku. Jika menggunakan sudut pandang orang pertama maka kamu bisa menjabarkan isi pikiran tokoh utama semaksimal mungkin, tetapi tidak untuk tokoh lain. Jika tokoh aku menilai pikiran tokoh lain, maka akan terlihat tidak alami, seperti berpraduga.
Bisa juga orang ketiga, yaitu ia dan dia. Kendala pada sudut pandang orang pertama, bisa bisa diatasi dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga. Dengan cara ini, maka penulis alias pencerita bisa dengan bebas menjelaskan isi pikiran semua tokoh.
Sekarang ada juga, penulis yang mulai menggunakan sudut pandang orang kedua, yaitu kamu dan kau. Ini juga sah-sah saja, yang penting sejalan dengan isi ceritanya.
4. Awal Cerita Harus Paling Menarik
Ibarat membaca berita di koran atau media online, maka jika judul dan awal berita menarik, maka kamu akan tertarik untuk melanjutkan membacannya. Demikian juga cerita fisksi. Pembukaan harus menjadi bagian yang paling menarik, sehingga pembaca tertarik membaca pembukaan dan penasaran dengan akhirnya. Jika di awal saja sudah membosankan, maka biasanya ceritamu tidak akan diminati.
5. Perkaya Isi Cerita
Nah, menulis sebuah fiksi pasti ada isi ceritanya. Setelah isi cerita tuntas, ternyata jumlah kata masih sangat sedikit alias terlalu pendek. Sebaiknya, perkaya lagi tulisanmu, antara lain dengan menggali suasana. Misalnya si tokoh sedang bertemu di kantin sekolah. Selain inti pembicaraa dan konflik yang terjadi, kamu bisa menggali suasana di kantin pada saat itu. Apakah ramai hingga posisi para tokoh.
Kamu bisa juga memasukkan perumpamaan, misalnya dia berlari tanpa menghiraukan orang-orang di sekelilingnya, seperti badai yang sedang mengamuk dan menerbangkan semua yang menghalanginya. Kemudian show something, don’t tell. Jangan tuliskan dia cantik, tetapi tunjukkan kalau dia menurut kamu cantik, misalnya, rambutnya terurai hitam lurus, hidungnya mancung dan selalu tersenyum.
6. Logika
Meskipun ceritamu fiksi, tetapi tetap harus berdasarkan logika. Fiksi adalah soal ide cerita dan pentokohan. Tetapi jalan cerita atau pewatakan harus bisa diterima secara logika. Misalnya, kamu jangan membuat tokoh yang menjadi dokter tidak pernah kuliah kedokteran. Atau seorang ayah yang hanya terpaut usia 10 tahun dengan anaknya.
7. Penutup
Sama seperti awal cerita, akhir cerita juga harus menarik dan meninggalkan kesan bagi pembaca. Closing cerita ibarat sebagai hidangan penutup pada makan malam. Kamu bisa memilih ending terbuka atau tertutup. Untuk ending terbuka, kamu bisa menciptakan rasa penasaran pembaca karena kamu membuat cerita tidak selesai. Ini bisa juga menguntungkan jika kamu berencana membuat sekuel selanjutnya.
Untuk ending tertutup, kamu menyelesaikan semua masalah dan konflik di cerita. Kisahnya bisa berakhir sedih atau semua tokoh bahagia alias happy ending. Bisa juga kamu akhiri dengan kisah yang mengejutkan dan sama sekali tidak terduga dari awal dan di tengah cerita. Nah, selamat mencoba. *