Skip to content

Thrifting: Tren Fashion Terbaru di Kalangan Generasi Muda

Seiring perkembangan zaman, tren fashion akan terus berubah. Salah satunya tren lama yang kembali viral di kalangan generasi muda adalah thrifting. Mungkin istilah trifthing ini sudah tidak asing lagi didengar oleh telinga kita. Apalagi fenomena tren thrifting ini banyak menjadi pembahasan di sosial media.

Usaha bisnis jual-beli pakaian bekas atau thrifting cukup ramai di beberapa tahun terakhir. Munculnya thrift shop yang menjual pakaian bekas menjadi salah satu buktinya. Berkembangnya jenis usaha tersebut bukanlah tanpa sebab, melainkan berubahnya tren di kalangan masyarakat, hingga teknologi turut andil dalam perkembangan bisnis ini. Bahkan sekarang ini, bisnis thrifting semakin merajalela, baik secara online maupun offline.

Pengertian Thrifting

Thrifting adalah sebuah pop culture yang sempat mendapat stigma buruk, tetapi kini popularitasnya semakin meroket. Thrifting mengambil dari kata thrive yang mempunyai arti berkembang dan kata lain thrifty atau bermakna penggunaan barang secara baik dan efisien.

Secara sederhana thrifting berarti kegiatan jual beli barang bekas, EDOOers. Sedangkan secara terminologi, thrifting mengacu pada kegiatan membeli suatu barang bekas. Namun thrifting tidak hanya diartikan sebagai kegiatan membeli barang bekas, tetapi juga konsumen bisa merasakan sensasi sendiri ketika bisa berburu barang-barang bekas dengan berebutan barang dengan orang lain di pasar atau thrift shop.

Sejatinya, thrifting adalah kegiatan berburu barang-barang bekas yang diibaratkan seperti mencari jarum ditumpukan jerami. Namun, jangan salah EDOOers! Demi memperoleh barang limited, langka, ataupun rare yang terjangkau, banyak juga yang rela melakukan war di e-commerce ataupun antri di thrift shop.

Pada awal munculnya tren thrifting cuma diminati orang masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. Namun, lama-kelamaan semenjak tren thrifting semakin populer, kegiatan berburu barang bekas ini tidak lagi dipandang sebelah mata.

Masyarakat khususnya generasi muda semakin gencar untuk berburu barang-barang thrift, karena mereka bisa membeli barang-barang branded dengan harganya yang jauh lebih murah. Barang-barang bekas yang umumnya diincar pada tren thrifting adalah pakaian, sepatu, dan tas. Akan tetapi, pakaian bekas adalah barang bekas dengan peminat paling terbanyak. 

Sejarah Thrifting

Sebenarnya, sudah sejak kapan sih budaya thrifting ini ada? sejarah thrifting sendiri sebenarnya sudah lama ada, yaitu sekitar tahun 1760-1840-an. Revolusi industri pada abad ke-19 lah yang membentuk suatu budaya dimana mass-production of clothing membuat pakaian harganya menjadi sangat murah dan membuat orang dengan mudah membuang pakaiannya.

Menurut sejarawan Jennifer Le Zotte, dampak revolusi industri pada abad ke-19, membuat meningkatnya populasi di perkotaan, ruang hidup menjadi menyusut. Akibatnya, lebih banyak benda yang dibuang. Upaya mengatasi hal tersebut, maka bermunculanlah penggadaian dan thrift shop selama periode tersebut dalam upaya menemukan fungsi baru untuk barang-barang bekas.

Sementara itu, pada era tahun 1980-1990-an di negara Inggris sendiri mulai muncul tren pakaian bekas, sedangkan di negara Amerika Serikat setiap tanggal 17 Agustus diperingati sebagai National Thrift Store Day. Pada hari tersebut, toko-toko akan memberikan diskon besar-besaran kepada semua konsumennya.

Dampak Tren Thrifting Terhadap Lingkungan

Apabila diperhatikan lebih jauh, tren thrifting ini tidak akan lekang oleh zaman. Selain tak lekang oleh zaman, ada beberapa dampak positif thrifting terhadap keberlangsungan kehidupan, diantaranya:

  1. Menekan Peningkatan Limbah Pakaian

Berdasarkan masalah lingkungan yang ditimbulkan akibat menjamurnya fast fashion, fenomena thrifting membantu mengurangi sampah pakaian di tempat pembuangan. Thrifting bisa menekan peningkatan limbah pakaian, jika pakaian dibuang, limbah pakaian tersebut akan menggunung di suatu tempat pembuangan sampah selama lebih dari ratusan tahun.

Apalagi saat ini banyak pakaian-pakaian yang terbuat dari bahan sintetis yang tidak akan bisa terurai oleh tanah. Limbah pakaian tersebut akan menghabiskan banyak ruang dan berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca yang membahayakan bagi kehidupan manusia di bumi.

  1. Mengurangi Polusi Bahan Kimia

Berburu pakaian bekas di thrift shop bisa mengurangi polusi kimia yang disebabkan oleh pembuatan dan pembelian pakaian baru. Industri fashion tidak hanya mempergunakkan banyak air, tetapi menyebabkan polusi kimia pula. Terutama dalam produksi kapas untuk bahan pakaian, kegiatan produksi tersebut menyebabkan pengasaman tanah dan pencemaran air.

Contohnya saja dalam proses penanaman kapas yang dipergunakan dalam industri tekstil telah menyita sekitar 93 miliar meter kubik air setiap tahunnya. Hal tersebut berdampak fatal dan menyebabkan munculnya masalah kesulitan air bersih di beberapa daerah. Oleh karena itu, adanya tren thrifting ini bisa mengurangi polusi bahan kimia terhadap lingkungan, terkhusus air.

Berkat semakin populernya fenomena thrifting, thrifting tidak cuma sekadar pop culture. Namun juga terdapat seni di dalam tren tersebut, seni yang dimaksud ialah seni memilah barang dan jika seseorang dapat memperoleh barang yang langka maka akan timbul suatu kebanggan tersendiri.

Tak bisa dipungkiri bahwa adanya tren thrifting tersebut juga turut mewarnai perkembangan dunia fashion generasi muda di Indonesia, sehingga para generasi muda bisa meningkatkan kreativitas dengan mix and match pakaian. Selain itu belanja di thrift shop bisa membawa banyak manfaat positif bagi lingkungan. Oleh karena itu, tren thrifting ini merupakan tren yang baik untuk diikuti. Jadi, EDOOers ikutan tren thrifting ini juga nggak nih? Yuk share di kolom komentar ya.